ITSALLCHARLIE – Pemilu di Turki telah sampai di penghujung sesi, meski sempat bertarung sengit tapi hasilnya tidak terlalu mengejutkan. Erdogan menang pemilu lagi yang menandakan bahwa kini dia sudah masuk dalam periode pemerintahan ketiga.
Presiden 3 Periode
Di Indonesia, seorang presiden hanya punya jatah sampai 2 periode saja untuk menjadi kepala pemerintahan.
Berbeda dengan Turki yang saat ini presiden “baru” nya sudah masuk masa pemerintahan yang ketiga. Walau sebelumnya ada persaingan cukup ketat, namun Erdogan berhasil memenangkan pemilu dengan selisih tipis dari pesaingnya.
Erdogan pertama kali terpilih menjadi presiden pada tahun 2014 setelah sebelumnya menjadi Perdana Menteri Turki sejak tahun 2003.
Sebenarnya, ini bukan hal yang mengejutkan sebab para pengamat sudah lebih dulu memprediksi bahwa Erdogan akan kembali menang. Alasannya cukup logis, yakni karena dari 11 provinsi yang terdampak gempa, partai yang menaungi Erdogan berhasil menggaet 10 provinsi.
Ditambah lagi pesaingnya di putaran pertama yakni Sinan Ogan berbalik dan mendukung sang petahana di putaran kedua.
Setelah sebelumnya Sinan Ogan meraih 5,17% suara di putaran pertama, saat putaran kedua ia meminta semua pendukungnya untuk mendukung Erdogan. Sebab inilah sang presiden berhasil mempertahankan posisinya di pemerintahan Turki.
Dinilai Berantakan, Kenapa Erdogan Masih Bisa Menang
Tak seperti pemilu sebelumnya, kali ini Erdogan cukup banyak mengeluarkan usaha untuk meraih kemenangan mutlak.
Ini karena Turki berada di ambang krisis yang membuat para pendukungnya ragu untuk kembali mendukung sang presiden. Hal tersebut juga yang menjadi senjata mematikan para pesaingnya untuk menjatuhkan pertahanan Erdogan.
Belum lagi gempuran dari para oposisi yang sudah sejak lama menyimpan “dendam” pada pemerintahan Erdogan dan berusaha menjegalnya.
Pada masa kepemimpinan Erdogan di periode kedua, Turki mengalami inflasi tertinggi sepanjang 24 tahun. Biaya hidup meroket hingga terakhir bencana dahsyat yang terjadi di Turki menjadi bahan kritik untuk masa kepemimpinan Erdogan.
Tak lupa, dia juga dianggap sebagai dalang dari banyaknya pengekangan terhadap kebebasan berekspresi yang disorot oleh para pengamat HAM.
Dari banyaknya masalah yang menjadi fokus pembahasan selama masa pemerintahan Erdogan, kenapa dia masih bisa menang? Simak penjelasannya berikut.
Oposisi Terlalu Beragam
Faktor terbesar yang membuat kubu pesaingnya yakni Kemal Kilicdaroglu tidak cukup kuat untuk melawan adalah karena keberagaman di dalamnya.
Meski terlihat baik, tapi nyatanya keberagaman tersebut justru menjadi bumerang bagi pihak oposisi. Pengamat melihat, walau terlihat sangat solid dalam upaya menjatuhkan tahta Erdogan, tapi mereka tidak didasari ideologi yang sama.
Terlihat dari variasi ideologi yang ada di dalam circle oposisi yakni Demokrasi, Nasionalisme, hingga Islamisme.
Oposisi tetap membela kepentingan masing-masing walaupun terlihat seperti berada di bawah payung yang sama. Keberagaman inilah yang akhirnya membuat para pemilih ragu apakah oposisi mampu memerintah dengan baik dengan variasi ideologi itu.
Visi Misi yang Tidak Menarik
Masih dari sisi oposisi, sudahlah memiliki variasi ideologi, nyatanya visi misi oposisi juga dinilai tidak menarik bagi pemilih.
Contohnya adalah supermasi hukum yang dianggap semakin rusak hingga penegakan hukum dan HAM yang jadi fokus utama oposisi. Walau memang dalam pemerintahan Erdogan dua hal ini bermasalah, namun belum cukup kuat untuk menarik simpati sebagian besar masyarakat.
Lain dengan Erdogan yang menjadikan isu stabilitas nasional kebesaran bangsa hingga pengaruh di panggung internasional sebagai visi misinya.(redaksi: daftar slot)